Anak adalah karunia Allah yang tiada terhingga bagi semua
keluarga. Keberadaannya sangat dinantikan karena akan menjadi penerus sejarah
manusia, dan menjadi salah satu penguat ikatan berumah tangga. Banyak pasangan
suami istri yang belum dikaruniai anak sangat berharap agar segera
mendapatkannya. Ini menunjukkan demikian penting kehadiran anak bagi semua umat
manusia.
Agama Islam telah memberikan perhatian yang sangat detail
tentang anak, sejak proses konsepsi, kehamilan, kelahiran, sampai pendidikan
ketika anak lahir dan masa tumbuh kembang hingga dewasa. Semua mendapatkan
perhatian dan tuntunan yang teliti. Ini menunjukkan demikian penting menjaga,
merawat, serta mendidik anak sejak awal.
Dalam agama Islam, ada beberapa adab atau tuntunan dalam
menyambut kelahiran bayi. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, doa memohon keberkahan untuk si anak.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah saw kepada
putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma
hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi ini
dibawa ke hadapan Nabi saw. Asma mengatakan, “... Kemudian Nabi saw minta
kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan
pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah saw, kemudian
beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya” (HR. Bukhari 3909).
Tidak ada teks doa khusus yang isinya permohonan berkah
untuk anak. Dalam Fatawa Syabakah Islam dinyatakan, "Tidak terdapat dalil
– sepengetahuan kami – yang menunjukkan dianjurkannya membaca ayat Al-Quran
atau doa tertentu ketika seorang anak dilahirkan. Baik doa dari ibunya,
bapaknya, atau doa dari orang lain" [Fatawa Syabakah Islam, di bawah
bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 13605].
Karena itu, kita bisa berdoa dengan bahasa apapun yang kita
pahami. Misalnya dengan membaca, “Baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahi
kamu) atau semacamnya.
Kedua, doa memohon perlindungan dari godaan setan.
Salah satu contohnya adalah doa yang dipraktekkan oleh istri
Imran, ibunya Maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan
Maryam:
Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata:
“Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah
lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah
seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon
perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau
daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran: 36).
Satu hal yang istimewa, karena doa ibu Maryam inilah ketika
Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa
dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah saw bersabda, "Setiap bayi dari anak keturunan adam akan
ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis,
karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya (HR. Bukhari 3431).
Kemudian Abu Hurairah ra, membaca surat Ali Imran ayat 36 di
atas.
Kita bisa meniru doa istri Imran ini. Hanya saja, perlu
disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata
ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.
Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa membaca doa:
اَللَّهُمَّ
إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Kita juga bisa memohon perlindungan untuk anak dari gangguan
setan, dengan doa seperti yang pernah dipraktekkan Nabi saw, ketika mendoakan
cucunya Hasan dan Husain.
Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah saw membacakan doa
perlindungan untuk kedua cucunya,
أُعِيذُكُمَا
بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ
كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ
لَامَّةٍ
Kita bisa meniru doa beliau ini, dengan penyesuaian jenis
kelamin bayi.
Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa dibaca doa:
أُعِيذُكِ
بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ
كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ
لَامَّةٍ
Dengan lafazh : U’iidzuki …..
Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca doa:
أُعِيذُكَ
بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ
كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ
لَامَّةٍ
Dengan lafazh : U’iidzuka …..
2. Adzan dan Iqamah
Sebagian ulama menganggap sunnah membacakan adzan dan iqamah
untuk bayi yang baru lahir. Ulama yang berpendapat seperti ini diantaranya
adalah Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul ‘Aziz, ulama madzhab Syafi’i dan
Hanbali. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, ulama madzhab Hanbali, termasuk ulama yang
menyunnahkan pembacaan adzan pada bayi yang baru lahir ini.
Ulama kontemporer, Wahbah az-Zuhaily juga menyunnahkan hal
ini dalam kitab al-Fiqh al-Islami Wa adillatuhu, “Disukai bagi orang tua untuk
mengadzani di telinga kanan bayi yang baru dilahirkan dan diiqamati seperti
iqamat untuk shalat di telinga kirinya” (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu :
4/288).
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnahnya juga menyunnahkan dibacakan
adzan ini, “Termasuk sunnah dilakukan, mengadzani telinga kanan dan mengiqamahi
telinga kiri bayi yang baru dilahirkan, supaya yang pertama kali didengar
telinga anak adalah asma Allah SWT”.
Imam an-Nawawi, tokoh ulama madzhab asy-Syafi’i dalam al-Majmu’
pada juz 8/443 menulis, “Berkata sekelompok ulama dari sahahabat-sahabat kami
(ulama Syafi’iyyah), disukai untuk diadzani di telinga kanan dan diiqamahi di
telinga kiri bayi yang baru dilahirkan”
Dalam kitab Mausu’ah Fiqh al-Ibadat dijelaskan sikap Imam
Malik, “Imam Malik benci perkara-perkara ini (adzan selain panggilan untuk
shalat) dan menganggapnya sebagai bid’ah” (Mausu’ah Fiqh al-Ibadat : 7/7).
Para ulama yang yang menganggap perbuatan ini sebagai bid’ah
karena dalil atau hadits yang memerintahkan adzan untuk bayi yang baru lahir
tidak kuat, alias hadits dhaif. Oleh karena haditsnya lemah, maka tidak bisa
dipakai sebagai landasan untuk menyunnahkan adzan untuk bayi yang baru lahir.
Jadi, aktivitas memperdengarkan adzan dan iqamah untuk bayi
yang baru lahir, dari segi hukum fikih termasuk amal yang diperdebatkan para
ulama. Walaupun dari segi manfaat bisa diterima, bahwa memperdengarkan kalimat
tauhid bagi bayi yang baru lahir merupakan bagian dari pendidikan keimanan
untuk anak.
3. Tahnik
Kita perhatikan tindakan yang dilakukan Rasulullah saw
terhadap bayi yang baru saja lahir, sebagaimana penuturan istri beliau, Aisyah
ra:
“Apabila didatangkan bayi yang baru
lahir ke hadapan Rasulullah saw, maka beliau mendoakan barakah kepadanya dan
mentahniknya” (HR. Imam Bukhari no. 5468 dan Imam Muslim no. 2147).
Yang dimaksud dengan tahnik adalah mengunyah kurma sampai
lumat hingga bisa ditelan, kemudian menyuapkan kurma lembut tersaebut ke mulut
bayi. Apabila tidak didapatkan kurma, maka diganti dengan makanan manis lain
yang bisa digunakan untuk mentahnik. Para ulama bersepakat bahwa istihbab
(disenangi) melakukan tahnik pada hari kelahiran anak. Demikian dijelaskan oleh
Imam An Nawawi rahimahullah ketika menerangkan tahnik ini.
Perbuatan Rasulullah saw ini bisa kita lihat dalam hadits
Anas bin Malik ra, “Aku membawa Abdullah bin Abi Thalhah al Anshari kepada
Rasulullah saw pada hari kelahirannya, dan waktu itu beliau menggunakan
mantelnya sedang mengecat untanya dengan ter. Lalu beliau bertanya: “Apakah
engkau membawa kurma?” Aku menjawab: “Ya.”
Kemudian kuberikan pada beliau beberapa buah kurma, lalu
beliau masukkan ke mulut dan mengunyahnya. Kemudian beliau membuka mulut bayi
dan meludahkan kurma itu ke mulut bayi. Mulailah bayi itu menggerak-gerakkan
lidahnya untuk merasakan kurma tersebut. Maka Rasulullah saw bersabda,
“Kesukaan Anshar adalah kurma,” dan beliau memberinya nama Abdullah” (HR. Imam
Bukhari no. 5470 dan Imam Muslim no. 2144).
Begitu pula bisa kita simak kisah-kisah tentang pelaksanaan
tahnik yang datang dari sahabat-sahabat yang lainnya. Abu Musa Al Asy’ari ra
menceritakan: Telah lahir anak laki-lakiku, lalu aku membawanya kepada Nabi saw
kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma (HR. Imam
Bukhari no. 5467 dan Imam Muslim no. 2145).
Tujuan tahnik adalah persiapan agar bayi nantinya mudah
untuk merasakan manisnya air susu ibu dan juga agar mulut bayi kuat sehingga
mampu menghisap air susu ibunya. Cara mentahnik bayi adalah dengan meletakkan
sedikit buah kurma di atas jari telunjuk dan dimasukkan ke mulut bayi serta
dengan perlahan-lahan digerakkan ke kanan dan kiri. Ini dilakukan agar kurma
tadi bisa menyentuh seluruh mulut bayi hingga terkena rongga tekaknya.
4. Aqiqah
Menurut bahasa kata ‘aqiqah berarti memotong. Dinamakan
‘aqiqah, karena dipotongnya leher binatang. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah
adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya
dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : rambut
yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini
disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.
Hukum aqiqah adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam
Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi′i dan sahabat-sahabatnya, Imam Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).
Dalil aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata :
Rasulullah saw bersabda : "Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang
pada hari ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur
rambutnya" (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad).
5. Memberi Nama yang Baik
Salah satu kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik
untuk anaknya. Nama anak merupakan doa dan harapan dari orang tua. Memberi nama
tidak boleh sembarangan, dengan nama-nama yang sekedar indah atau unik, namun
harus mengandung makna yang baik.
Sahabat Sahl bin Sa’d ra menceritakan, didatangkan Al
Mundzir putra Abu Usaid ke hadapan Rasulullah saw ketika dia dilahirkan. Maka
Nabi saw meletakkannya di atas pangkuannya, sedangkan Abu Usaid duduk. Pada
waktu itu Rasulullah saw sedang sibuk sehingga Abu Usaid memerintahkan agar
anaknya dibawa kembali, maka anak itu diangkat dari pangkuan Rasulullah saw dan
mereka pun mengembalikannya pada Abu Usaid.
Ketika Rasulullah saw selesai dari kesibukannya, beliau
bertanya, “Di mana bayi tadi?” Abu Usaid pun menjawab: “Kami membawanya
kembali, ya Rasulullah!” Lalu beliau bertanya, “Siapa namanya?” Jawab Abu
Usaid: “Fulan, ya Rasulullah!” Beliau pun bersabda, “Tidak, akan tetapi namanya
Al Mundzir.” Kemudian pada hari itu beliau memberinya nama Al Mundzir
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 2149).
Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, memberi nama anak
bisa dilakukan pada hari kelahirannya, hari ketiga atau hari ketujuh. Ciri nama
yang baik adalah enak didengar, mudah diucapkan oleh lisan, mengandung makna
yang mulia dan sifat yang benar dan jujur, jauh dari segala makna dan sifat
yang diharamkan atau dibenci agama.
Dianjurkan menamai anak laki-laki dengan nama Abdu
(penghambaan) yang disambungkan dengan asma’ul husna, seperti Abdul ‘Aziz,
Abdul Malik, dan sebagainya. Yang sangat dianjurkan adalah Abdullah atau
Abdurrahman, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya nama yang paling
dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim).
Baik juga menamai anak dengan nama-nama Nabi dan Rasul. Nabi
saw pernah menamai sebagian sahabat dengan nama Nabi dan Rasul. Baik pula
menamai anak dengan nama orang-orang salih, seperti dengan nama sahabat,
tabi’in dan imam kaum muslimin.
Menurut rubrik www.konsultasisyariah.com, salah satu dalil
yang biasa dijadikan acuan dalam hal ini adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw mengaqiqahi Hasan dengan kambing, dan beliau
menyuruh Fatimah untuk mencukur rambutnya. “Cukur rambutnya, dan bersedekahlah
dengan perak seberat rambut itu.”
Fatimah pun menimbang rambut itu, dan ternyata beratnya
sekitar satu dirham atau kurang dari satu dirham. (HR. Turmudzi 1519, Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushanaf 24234, dishahihkan al-Hakim dalam Mustadrak 7589 dan
didiamkan azd-Dzahabi).
Di masa terdahulu, perak termasuk mata uang yang berlaku di
masyarakat dan mudah didapatkan. Karena itu, sedekah pada masa ini tidak harus
berujud perak. Boleh diberikan dalam bentuk uang, namun mengacu pada harga
perak. Caranya, timbang rambut bayi. Jika tidak memungkinkan, karena kesulitan
mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi saja. Perkirakan berapa
gram berat rambut itu. Misalnya 2 gr.
Cari informasi harga perak/gr saat ini. Misal: 12.000.
Kalikan seberat prediksi berat rambut bayi. (2 gr x Rp 12.000 = Rp 24.000).
Sedekahkan uang Rp 24.000 kepada orang miskin siapapun yang ada di sekitar
kita. Boleh juga ditambahi atau digenapkan.
0 komentar:
Posting Komentar